Apakah
keberuntungan dan kesialan sudah suratan takdir? Adakah cara agar kita selalu
jadi orang yang beruntung? Untuk mengetahui jawabannya, kita lihat penelitian
berikut.
Dua sisi
paradoks kehidupan ini rupanya menarik minat ilmuwan. Mengapa ada orang yang
(merasa) selalu beruntung, sementara sebaliknya ada yang sial dan sial lagi?
Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba
meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan yang sial. Proyek
penelitannya disebut: The Luck Project.
Metode
penelitiannya sebagai berikut:
Wiseman
merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok
lain yang hidupnya selalu sial. Memang kesannya seperti main-main, bagaimana
mungkin keberuntungan bisa diteliti. Namun ternyata memang orang yang beruntung
bertindak berbeda dengan mereka yang sial.
Dalam salah
satu sesi The Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung
berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada 2 kelompok tadi.
Orang-orang dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk
menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung ha! nya perl
u beberapa detik saja! Lho kok bisa?
Ya, karena
sebelumnya pada halaman ke-2, Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil
berbunyi "Berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini".
Kelompol sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar.
Bahkan,
lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang
bunyinya: "Berhenti menghitung sekarang dan beritahu ke peneliti Anda
menemukan ini, dan menangkan $ 250!". Lagi-lagi kelompok sial melewatkan
pesan tadi! Memang benar-benar sial.
Singkatnya,
dari penelitian yang diklaimnya "scientific" ini, Wiseman menemukan 4
faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:
1. Sikap
terhadap peluang
Orang
beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka
terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika
peluang datang.
Ternyata
orang-orang yang beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka
terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi
dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial
baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap
kemungkinan-kemungkinan baru.
Sebagai
contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak
menjual toko permatanya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel,
dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: "Mr.
Buffet!" Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan
orang yang kurang beruntung. Tapi Helzber berpikir lain, ia berpikir jika pria
di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di
Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permatanya.
Maka
Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah
Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali
tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung
kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian, Buffet setuju membeli jaringan
toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.
2.
Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan
Orang yang
beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika.
Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata
sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan "hati nurani" (intuisi)
daripada hasil otak-atik angka yang canggih.
Angka-angka
akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari "gut feeling".
Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi
akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak
berkesudahan.
Makanya
orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka,
misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan
pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering
digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam.
3. Selalu
berharap kebaikan akan datang
Orang yang
beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik
bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka
lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Coba saja
lakukan tes sendiri secara sederhana. Tanya orang sukses yang kamu kenal,
bagaimana prospek bisnis ke depan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan
harapan.
4. Mengubah
hal yang buruk menjadi baik
Orang-orang
beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi
kebaikan. Bagi mereka, setiap situasi selalu ada sisi baiknya.
Dalam salah
satu tesnya Prof Wiseman meminta para relawan untuk membayangkan sedang pergi
ke bank, dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata.
Reaksi orang
dari kelompok sial umunya adalah: "Wah sial bener ada di tengah-tengah
perampokan begitu". Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah:
"Untung saya ada di sana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media
dan dapat duit".
Apapun
situasinya, orang yang beruntung pokoknya untung terus. Mereka dengan cepat
mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya menjadi keberuntungan.
=====
Sekarang,
bagaimana kita menyikapi kesimpulan Richard Wiseman? 4 faktor di atas adalah
kunci untuk mendapatkan keberuntungan. Intinya adalah: memiliki rasa syukur dan
selalu berpikir positif.
Dengan terus
memupuk rasa syukur dan berpikir positif, hati kita menjadi 'ringan' dan
hasilnya: memancarkan aura positif yang mendatangkan banyak kebaikan bagi kita.
Semoga kita
termasuk orang-orang yang beruntung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar