Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya
proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan,
kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini
dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari
rahim secara normal.
Alasan Induksi
Dari sisi medis ada beberapa alasan, yaitu :
Kondisi medis ibu : tekanan darah tinggi (preeklamsia)
dan diabetes gestasional (kadar gula darah tidak terkontrol) adalah
kondisi yang membuat ibu harus di induksi segera. Kelahiran merupakan
satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu.
Selain itu pada keadaan ibu dengan penyakit herpes, jika persalinan
sudah hampir tiba, dan ibu menginginkan persalinan pervaginam, maka
keadaan ini boleh di induksi. Persalinan pervaginam dengan herpes yang
aktif sangat berbahaya bagi bayi. Ibu hamil tidak merasakan adanya
kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal
perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
Pertimbangan bayi : Ada keadaan yang mengancam
keselamatan janin jika terlalu lama didalam kandungan, diantaranya
oligohidramnion (air ketuban sediki), IUGR (Intrauterine Growth
Retardation-hambatan pertumbuhan janin), atau janin lewat waktu. Selain
itu,Jika Anda merasakan pergerakan janin yang lemah, dan itu disadari
pula oleh dokter, meski beberapa pemeriksaan normal, kadang tetap akan
melakukan induksi.
Selaput ketuban telah pecah :
sekitar 10% kehamilan akan mengalami pecah ketuban sebelum kontraksi.
Jika itu terjadi, ibu dan bayi beresiko terhadap infeksi. Belum ada
kesepakatan berapa lama induksi harus dilakukan setelah ketuban pecah,
tergantung dari kebijakan rumah sakit masing-masing. Namun, usahakan
bayi segera lahir setidaknya 24 jam setelah ketuban pecah.
Janin lewat waktu : setelah kehamilan berusia 41 minggu
(atau 7 hari melebihi waktu seharusnya), akan meningkatkan resiko
komplikasi pada bayi. Maka dari itu, induksi dibutuhkan. Sedangkan jika
kehamilan sudah 42 minggu, atau 14 hari setelah waktu seharusnya,
kemungkinan bayi meninggal semakin besar. Karena pada saat itu plasenta
sudah tidak berfungsi. Plasenta memiliki waktu sampai akhir minggu
ke-42 untuk berfungsi dengan baik. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah
induksi dibolehkan pada kehamilan 40-42 minggu ? Jawabannya tergantung
keadaan, riwayat kehamilan, dan keputusan dokter secara pribadi.
Jika kehamilan Anda lewat waktu, dokter akan melakukan
pemeriksaan non-invasif dan profil biofisika untuk mengetahui apakah
janin dalam keadaan stres atau tidak. Apabila keadaan janin baik, Anda
dapat meneruskan kehamilan Anda sampai kelahiran spontan. Namun jika
selama menanti kelahiran spontan itu terjadi masalah, misalnya
pergerakan janin melemah akibat kurangnya cairan ketuban, maka induksi
akan di lakukan.
Catatan : Keadaan penipisan dan
pembukaan mulut rahim saat induksi akan dilakukan merupakan faktor
penting yang menentukan apakah prosentase keberhasilan induksi.
Teknik Induksi
Ada dua cara yang
biasanya dilakukan oleh dokter untuk melalui proses induksi, yaitu
kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan hormon prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab
otot rahim berkontraksi.Secara kimia, Anda akan diberikan obat-obatan
khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukkan ke dalam
vagina, diinfuskan. Bisanya, tak lama setelah salah satu cara kimia itu
dilakukan, Anda akan merasakan datangnya kontraksi. Secara mekanik,
biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan metode
stripping, pemasangan balon keteter, (oley chateter) dimulut rahim,
serta memecahkan ketuban saat persalinan sedang berlangsung.
Resiko Induksi
Resiko induksi
persalinan adalah :
- Adanya kontraksi rahim yang
berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang
ketat dari dokter yang menangani. Jika Anda merasa tidak tahan dengan
rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses
induksi,kemudian akan dilakukan operasi caesar.
-Janin
akan merasa tidak nyaman, sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat
janin (fetal disterss). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung,
dokter akan memantau gerak janin melalui CTG/kardiotopografi. Bila
dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan
dihentikan.
- Dapat merobek bekas jahitan operasi
caesar. Hal ini bisi terjadi pada yang sebelumnya pernah dioprasi
caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
-
Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali, namun tetap harus
diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke
pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paru-paru. Bila terjadi
dapat merenggut nyawa ibu seketika.
Jika pada
kehamilan tua Anda sudah merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera
melahirkan dengan cara diinduksi, maka keadaan mulut rahim menjadi hal
penting untuk dijadikan pertimbangan. Induksi akan bermanfaat ketika
mukut rahim telah menipis sekitar 50 persen dan berdilatasi 3-4 cm. Hal
ini karena tubuh Anda telah siap untuk menghadapi proses persalinan.
Selain itu, secara statistik fase ini lebih aman untuk melahirkan
pervaginam.
Namun, jika mulut rahim belum cukup
menipis dan berdilatasi, itu tandanya tubuh belum siap untuk melahirkan.
Melakukan induksi dan melahirkan pervaginam bukan hal yang tepat pada
keadaan demikian, karena kemungkinan besar persalinan akan diubah
menjadi caesar.
Umumnya, meski tak ada catatan
medis yang membuat suatu kehamilan diinduksi, menunggu janin lahir
spontan adalah hal terbaik. Karena kita tidak tahu keadaan janin, mulut
rahim berada pada fase apa, apakah ada kemungkinan terjadi perubahan
posisi pada janin atau tidak, maka melakukan induksi adalah hal yang
beresiko. Kita hanya mengganggu proses alami suatu persalinan. Sebagai
akibatnya, bayi mungkin belum berada pada posisinya dan tubuh ibu
ternyata belum siap untuk melahirkan. Dua keadaan itu meningkatkan
dilakukannya operasi caesar pada kehamilan yang diinduksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar